Pelatihan Pembuatan Eko Enzim Untuk Anggota Dharma Wanita Kemendikbud

Sawangan, Pusdiklat– Pusdiklat Pegawai Kemendikbudristek bekerja sama dengan Dharma Wanita Persatuan Kemendikbu menyelenggarakan Pelatihan Pembuatan Eko Enzim yang bertajuk, “Sampahku Tanggung Jawabku, Sampahmu Tanggung Jawabmu. Acara dihadiri oleh pengurus DWP Kemendikbudristek, anggota DWP, Kepala Pusdiklat Pegawai serta Kepala Bagian Tata Usaha Pusdiklat Pegawai, 23 Februari 2021 bertempat di Gedung Merah Putih, Pusdiklat Pegawai. Narasumber dalam acara tersebut adalah Surijaty Aminan praktisi Eko Enzim.

Acara pelatihan ini masih dalam suasana Covid 19 yang masih mewabah sehingga peserta yang hadir luring hanya berjumlah 30 orang dari pengurus dan anggota yang dipilih untuk hadir. Peserta lain hadir melalui zoom dan berjumlah sekitar 150 orang. Narasumber dalam kesempatan tersebut menerangkan bahwa sampah adalah salah satu masalah yang sangat serius termasuk sampah rumah tangga. “Sampah rumah tangga terdiri dari berbagai jenis salah satunya adalah sampah buah-buahan yang sebenarnya bisa diolah menjadi eko enzim ini dan bisa digunakan untuk pembersih atau disinfektan lantai dan barang-barang perabotan di rumah”, ujar Surijaty.

Eko enzim adalah cairan yang dihasilkan dari hasil fermentasi sampah organik. Melansir laman Zero Waste Indonesia, eco enzyme atau dikenal juga enzim sampah pertama kali diperkenalkan oleh Rosukon Poompanvong, pendiri Asosiasi Pertanian Organik Thailand. Di samping banyak digunakan untuk cairan pembersih serbaguna, eko enzym juga dapat dimanfaatkan sebagai penyubur tanaman, pestisida alami, hingga membersihkan air yang tercemar.

“Alat dan bahan membuat eko enzym antara lain adalah  Sampah organik, yaitu sisa sayur dan buah apa pun yang masih dalam kondisi baik dan bukan hasil pemasakan. Bisa menggunakan kulit jeruk, jeruk nipis, mentimun, apel, sereh, ataupun sayur lainnya. Lalu potong kecil-kecil semua sisa sayur dan buah. Gula, yang digunakan adalah jenis gula aren, gula kelapa, gula lontar, molase cair, atau molase kering. Tidak dianjurkan menggunakan gula pasir karena bukan termasuk gula murni. Air, bisa menggunakan air galon, air sumur, air PAM, air hujan,  maupun air sisa buangan AC. Wadah plastik kedap udara. Sangat disarankan menggunakan wadah plastik ketimbang kaca. Sebab wadah kaca dapat berisiko pecah akibat aktivitas mikroba fermentasi”, ujar Surijaty. .

Setelah mengikuti pelatihan ini salah satu peserta Ibu Aminuddin Aziz menyampaikan “Materi ini sangat penting buat ibu-ibu anggota DW mengingat kita sekarang sedang menghadapi pandemi dan membutuhkan banyak sekali disinfektan atau pembersih dan eko enzym ini bersifat organik jadi tidak mengandung bahan kimia”, demikian ujar Ibu Aminuddin Aziz.

Para peserta dalam kegiatan ini juga diajak untuk melihat langsung bahan dan alat yang diperlukan serta dipersilahkan untuk bertanya seputar eko enzym termasuk sampah apa saja yang dapat digunakan untuk dibuat menjadi eko enzym. Selanjutnya para peserta diberi sample botol kecil eko enzym yang dapat digunakan di rumah sebagai pembersih dan disinfektan dengan dicampur dengan air bersih terlebih dahulu.  (SLM)